Baru-baru
ini saya dikejutkan dengan sebuah kejadian yang benar-benar memprihatinkan dan
membuat saya sedih. “PADA SEBUAH SEKOLAH DASAR DENGAN BERBASIS AGAMA ISLAM, DI
KOTA KEBUMEN, ADA SISWI KELAS ENAM YANG BARU SAJA KEGUGURAN, SAAT USIA
KANDUNGANNYA SUDAH MENCAPAI 6 BULAN”. Saat mendengar hal hati saya
langsung menangis. saya bertanya dalam hati saya siapa yang harus bertanggung
jawab? dan dimana letak kesalahanya? apa yang harus kita lakukan?.
Kalau
ditanya siapa yang harus bertanggung jawab? Jawabanya adalah semua pihak.
Mereka adalah Orang Tua, Guru, dan Lingkungan Masyarakat Kita. Lalu apakah anak
itu bisa dikatakan bersalah? Jawaban saya TIDAK. Karena bagaimana sikap dan karakter
anak-anak kita terbentuk tergantung bagaimana ketiga komponen tadi mendidik dan
mengarahkan mereka. Orang tua dalam hal ini mempunyai andil yang paling besar.
Karena orang tua adalah pihak yang paling banyak memiliki waktu bersama anak
mereka.Orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap anak dalam
masalah pendidikan, termasuk pendidikan seks. Guru pun memiliki peran yang
tidak kalah penting dengan orang tua.
Karena guru adalah orang tua kedua bagi anak di sekolah. Seorang guru tidak
hanya bertanggung jawab untuk menjadikan seorang anak cerdas secara kognitif,
tapi juga cerdas secara akhlak dan sikap. Kemudian budaya yang berkembang di linggkungan
masyarakat saat ini sudah benar-benar jauh dari nilai-nilai islam. Anak-anak
kita sudah disuguhi dengan berbagai tontonan yang sebagian besar meniru
nilai-nilai budaya barat. Dimana budaya barat, sangat menghalalkan adanya seks
bebas, berpacaran, bahkan untuk membuatnya tampak islami sekarang ada istilah “Berpacaran Yang Islami”.
Lalu dimana
letak kesalahanya? letak kesalahanya adalah bahwa kita sudah lama meninggalkan
pola pendidikan yang islami, yaitu pola pendidikan yang kembalipada Alqur’an
dan Hadist. Banyak orang tua dan guru yang belum tahu bagaimana pendidikan seks
dalam islam.Jika sudah tau dimana letak kesalahanya kita tentu harus mencari
tahu bagaimana pendidikan seks di dalam islam. Untuk menjawab hal ini saya
mengutip pendapat seorang yang lebih berilmu yaitu Zulia Ilmawati Psikolog,
Pemerhati Masalah Anak dan Remaja. menurut beliau ada 11 Pokok-Pokok Pendidikan
Seks Perspektif Islam. yaitu:
1.
Menanamkan rasa malu pada
anak
Jangan
biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain;
misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya.
Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana Muslimah menutup aurat juga
penting untuk menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentang auratnya.
2.
Menanamkan jiwa maskulinitas
pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan
Mereka juga
harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
3.
Memisahkan tempat tidur
mereka.
Usia antara
7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat.Jika
pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan orangtuanya,
setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri. Anak juga dicoba untuk
belajar melepaskan perilaku lekatnya (attachment behavior) dengan orangtuanya.
Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang
berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya
tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
4.
Mengenalkan waktu berkunjung
(meminta izin dalam 3 waktu)
Tiga
ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan
(kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat
subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di
antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan
atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13). Jika
pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang
memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur
5.
Mendidik menjaga kebersihan
alat kelamin
Mengajari
anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat
sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk
buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada
diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri,
disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam
melakukan hajat.
6.
Mengenalkan mahram-nya
Tidak semua
perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang
diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan
ini harus diberikan pada anak agar ditaati. Dengan memahami kedudukan perempuan
yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan
sehari-harinya dengan selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu
bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam
pendidikan seks anak. Dengan demikian dapat diketahui dengan tegas bahwa Islam
mengharamkan incest, yaitu pernikahan yang dilakukan antar saudara kandung atau
mahram-nya. Siapa saja mahram tersebut, Allah Swt telah menjelaskannya dalam
surat an-Nisa’ (4) ayat 22-23.
7.
Mendidik anak agar selalu
menjaga pandangan mata.
Telah
menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun,
jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan
merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan melihat
gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi. Karena itu, jauhkan
anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan
pornoaksi.
8. Mendidik
anak agar tidak melakukan ikhtilât.
Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam.
Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam.
9. Mendidik
anak agar tidak melakukan khalwat.
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja
10.
Mendidik etika berhias
Berhias,
jika tidak diatur secara islami, akan menjerumuskanseseorangpadaperbuatandosa.
11.
Ihtilâm dan haid
Ihtilâm
adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia balig. Yang paling
penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah
dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus
diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba
Allah yang taat
Umi, abi,
kerabat guru dan siapa saja yang membaca tulisan ini, tentunya kita tidak ingin
apa yang terjadi pada siswi kelas enam tersebut terulang lagi, apa lagi kalau
sampai hal itu terjadi pada anak kita atau saudara kita. Karna itu marilah kita
memberikan pendidikan yang tentunya berbasis pada nilai-nilai islam dan bukan
berasal dari nilai-nilai budaya barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar