Sore itu sekelompok anak, sebut saja anak baru gedhe
(disingkat: ABG) menampakkan wajah penuh keceriaan. Mereka saling bercanda dan
bergurau sembari menunggu beberapa anak yang belum datang. “Aslkm.
Uztad, udah pd kumpul blm. Akhwatnya siapa ja, yg dah datang?” Begitu isi sms
yang baru kubuka. SMS itu datang dari Kiki, siswa akhwat peraih prestasi
terbaik UN yang kini merupakan siswa SMP Negeri 1 Kebumen. “Janan belum datang,
ya”. “Iya, nih, Almas juga belum datang. Dua orang di antara beberapa anak yang
sudah datang saling berbalas bincang.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 16.30. Ruang
tamu cukup luas milik orang tua salah seorang anak pun telah ramai. Keramaian
mereka dibarengi oleh tiga orang guru. Dua diantaranya merupakan guru yang telah
membersamai mereka saat belajar di kelas VI dan seorang lainnya, yang telah membersamai
mereka belajar di kelas V. Salah seorang diantara ketiganya, saya yang memandu
jalannnya acara itu. Acara itu bertajuk sharing dan buka bersama alumni
angkatan V tahun 2011/2012 SD Islam Terpadu Al-Madinah, Kebumen. Acara ini
bertujuan untuk mempererat silaturahim serta memberikan motivasi antarteman.
Acara sharing disetting berbentuk game. Setiap
anak menuliskan namanya pada selembar kecil kertas. Aku membolehkan setiap anak
menambahkan julukan yang baik di belakang namanya. Tentu saja, ada yang
menamai Via_@ntik (Dibaca:Via Antik),
Salma Cute, Mumtaz Janan Funky, Kiki Awesome, dan lain-lain. Ada juga yang
tetap menamai dengan nama lengkapnya, misal Andriyan Maulana Hidayat. Kertas
yang baru mereka tulis nama plus julukannya itu, digulung lalu dikumpulkan di
dalam gelas, terkecuali kertas gulungan anak si tuan rumah, Aga Imut. Ya,
kehormatan tersendiri karena saya membacakan nama “Aga imut”. Aga kutunjuk pertama
kali mengungkapkan pengalamannya di jenjang SLTP. “Waktu MOS disuruh berdiri di
depan halaman sekolah, karena telat”, Sambil tertawa si Aga lebih menyoroti
masa orientasi siswa di SMPN 3 Kebumen. Setelah dirasa cukup, si Aga mengambil
satu gulungan di dalam gelas dan membacakan nama temannya itu, untuk berganti
dengan Aga memaparkan pengalamnnya. Begitu seterunya sampai saatnya dibacakan
nama pada gulungan kertas, Fulki Almas. Nama lengkapnya Fulki Almas Assalim,
dengan panggilan Almas. Kini, ia nyantri di pondok pesantren MTs Mu’alimin Muhammadiyah
Yogyakarta. Ia berpakaian rapi, satu-satunya ikhwan yang memasukkan kemeja
putih panjang ke dalam celana panjang hitamnya. Sisiran rapi berbelah pinggir
menambah sedapnya memandang penampilannya.
“Assalamu’alaikum Wa.
Teman-teman, Aku Fulki Almas Assalim, sekarang bersekolah di MTs Muallimin,
Yogyakarta. Aku senang mondok di sana, karena banyak temannya. Di sana, aku
berlatih disiplin, dengan selalu taat agenda. Ada agenda Tahmidi (Terjemahan dari bahasa
Arab: Pembekalan) bahasa Arab dan pelajaran lainnya. Aku dan teman-teman di
sana juga hatus berdisiplin dengan selalu bangun untuk shalat malam. Pokoknya,
rasanya senang.Tahukah teman-teman, awalnya aku sedih saat pertama kali masuk
Pondok.Barangkali teman-teman yang di SMP atau tidak mondok, tidak
merasakannya. Tetapi, bagiku, Janan (Red: Santri Pondok Gontor Putra Ponorogo),
dan Iqbal (Red: Santri Muallimin lainnya), juga teman-teman putri yang di
Gontor, merasakan sedih karena harus berpisah dengan orang tua, ayah dan Ibu.
Namun, aku sudah bahagia sekarang, aku bisa banyak belajar dari teman-teman di
Sana. Sekian, dariku. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Subhanallah, itulah rekaman apa yang kudengar dari
paparan Almas. Gaya bahasanya jelas dan meyakinkan. Isinya pun berbobot.
Satu-satunya di antara beberapa anak yang kini nyatri di Pondok luar Kabupaten
kebumen, yang memaparkan beratnya berpisah dengan orang tua. Bagiku, ini
mencerminkan bahwa dia adalah anak yang soleh., anak yang dekat dengan ayah dan
ibunya. Memang, setahuku Almas sangat santun terhadap ayah dan ibunya. Dia
selalu menggunakan bahasa Jawa krama Inggil untuk bercakap dengan kedua orang
tuanya. Ungkapan terakhir, bahwa dia sudah bahagia karena bisa belajar dari
teman-temannya (Red: Belajar dari tahmidi, belajar berdisiplin dengan agenda)
di Pondok, menunjukkan kini dia tambah dewasa.
Berikutnya Kiki Awesome (Red: awesome=mengesankan)
berbagi cerita dengan teman-teman. Nama lengkapnya, Rizki Fatiha Nugrahanti,
dan biasa dipanggil Kiki. Satu anak di antara 5 akhwat dan 1 ikhwan yang memilih jenjang lanjutan
SMP N 1 Kebumen, setelah melalui tahap seleksi yang sangat ketat. Akhwat ini
berpenampilan berbeda dari sebelumnya. Kini, dia berkaca mata, hingga
penampilannya menambah kedewasaannya. Akhwat yang hampir selalu menyabet
predikat peringkat pertama dari 12 semester jenjang SD ini, memang dikenal
mantap kepribadiannya. Cara komunikasi bagus, baik dengan teman maupun guru.
Dia mampu memberikan umpan balik, serta memberikan opini dan solusi, bila
diajak membincangkan suatu gagasan atau permasalahan. “Aku merasakan sangat
berkesan di SD. Ustadz-ustadzah di SDIT Al-Madinah sangat sabar dan dekat
dengan murid-muridnya. Di samping, mengajarnya bagus, mereka (red: guru-guru)
sangat perhatian serta selalu memberikan
nasehat dan motivasi, motivasi pelajaran dan agama . Kini, di SMP, guru-gurunya
juga bagus dalam mengajar. Namaun, menurutku guru di SMP belum seakrab dan
sekuat guru SD dalam memberikan perhatian kepada siswanya. Mungkin, karenan
baru kurang lebih 2 minggu merasakan kegiatan belajar mengajar di SMP. Atau,
menurutku karena mungkin kami sudah dianggap dewasa karena berada di jenjang
SMP. “ Begitu, cuplikan paparannya yang bisa saya rekam. Satu lagi yang
menarik dari yang dia sampaikan, menurutnya di SD dulu , baru sedikit
murid-muridnya yang melakukan salam, senyum, dan sapa tergadap gurunya. Berbeda
dengan aturan di SMP yang harus hormat kepada guru-gurunya. Caranya, di sekolah
barunya (RSBI SMPN 1 Kebumen), ia mencontohkan “Good morning, Mam” atau “Assalamu’alaikum,
good day, Sir”, disertai harus hormat dengan sedikit merendahkan badannya (membungkuk)
jika bertemu guru. Subhanallah, awalnya,
saya berpikir, ya wajar karena siswa SD masih belum dewasa. Sehingga, 3S
(salam, senyum, dan sapa) mungkin hanya bisa dilakukan di kelas 4, 5, dan 6.
Tetapi, bukankah pendikan yang baik diberikan sejak dini? Ya, bisa jadi akan
jadi bahan kajian bagaimana 3S juga bisa menjadi budaya di SD.
“Mumtaz Janan Funky”, begitu terdengar nama yang
dibacakan oleh salah seorang siswa. Saatnya seorang santri Pondok Gontor Putra
Ponorogo berbagi pengalamannya. Santri bertubuh imut ini berpenampilan berbeda
juga. Jaz almamater pondok berwarna olive green (Red: hijau buah zaitun),
menamai warna hijau itu dari contoh warna di Komputer) dan bertuliskan “Mumtaz
Jinanul janan, Kebumen”, memberikan sensasi dan menambah kewibawaannya. Anak
ini sangat berubah dengan sangat lebih
kalem daripada sewaktu di SD. “Di sana, aku harus sangat disiplin. Begitu adzan terdengar, seluruh
santri harus meninggalkan kegiatannya. Kami, harus langsung ke Masjid. Ada
salah satu ustadz yang berteriak sambil bertepuk tangan, “ayo, ayo, hayya ‘alash
sholah, Ayo, ke Masjid”. Selain itu,
budaya makan di sana harus antre. Antreannya bisa mencapai 200 m. Jadi, sangat
panjang. Namun, dengan tertib walaupun panjang, terasa sangat sebentar. Seluruh
siswa pun dapat makan dengan nyaman.” Begitulah, ungkapan Mumtaz Jinanul
Janan, satu-satunya ikhwan yang memilih jenjang Pondok Gontor yang telah
menyisihkan lebih dari 3.000 peserta seleksi masuk. Juga, alhamdulillah dia
juga terpilih menjadi 74 santri kelas yang berpeluang mengikuti seleksi akselerasi
dari sekitar 1.000 lebih santri Gontor. Akan dipilih 25 santri kelas akselerasi.
Alhamdulillah dari sharing anak-anak tersebut,
saya bersyukur anak-anak tambah soleh dan dewasa. Sekolah, khususnya saya dan teman-teman guru bersyukur dan berbahagia
dengan para alumni. Mereka percaya diri hingga berhasil masuk ke jenjang yang
diinginkan. Sebaran para alumni cukup beragam. Ada yang masuk ke jenjang SMP,
SMPIT, MTs, dan Pondok. Sebaran jenjang lanjutan para alumni terlihat pada
tabel berikut.
Tabel Sebaran Alumni 3 Tahun Terakhir SDIT
Al-Madinah Kebumen
Jenjang
|
Tahun Pelajaran
|
||
Lanjutan
|
2009/2010
|
2010/2011
|
2011/2012
|
SMP Umum
|
18
|
11
|
16
|
Pesantren
|
8
|
10
|
11
|
MTs
|
4
|
10
|
7
|
Jumlah Alumni
|
30
|
31
|
34
|
Setiap orang tua tentu berharap putra-putrinya
memiliki akademis dan akhlak yang baik pula. Oleh karena itu, orang tua perlu
bijak, mengarahkan dan mendampingi putra-putrinya untuk memilih sekolah.
Sehingga, target itu tercapai. Berdasarkan data di atas, sekolah bernuansa
agama lebih banyak diminati daripada sekolah umum. Pesantren dan MTs tampak
terlihat dari sisi kurikulumnya yang berimbang antara aspek akademis dan religiusnya.
Dari segi kurikulum terlihat bila SMP reguler lebih lebih banyak menyampaikan
pembelajaran umum. Alhamdulillah, kini, berbagai SMP reguler berpikir keras
pula menanamkan akhlak kepada siswanya melalui kegiatan penunjang, seperti
ekstra kerohanian islam, tau kegiatan konseling. Dari pendidikan yang diberikan kepada putra
dan putinya, setiap orang berharap putra-putri kita, kian hari tambah soleh,
tambah dewasa, dan cerdas mengelola hidup. Saya mengajak pembaca untuk mengkaji
secara bijak ayat Allah SWT berikut ini.
“Dan
hendaklah takut kepada allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa
4:9).
Pondok
Pesantren, MTs, atau SMP umumkah yang akan mengarahkan pribadi putra-putri kita
menjadi pribadi sholeh dan cerdas? Semoga Allah SWT memberikan petunjuk kepada
hamba-hambaNya untuk mengantarkan putra-putrinya menjadi insan sholeh dan
cerdas. Aamiin.
(Rahmat
Isnaeni: rahmatisnaeni1984@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar