Minggu, 02 September 2012

Kini Mereka Berubah, Tambah Sholeh dan Dewasa, Bagaimana Bisa?



Sore itu sekelompok anak, sebut saja anak baru gedhe (disingkat: ABG) menampakkan wajah penuh keceriaan. Mereka saling  bercanda dan  bergurau sembari menunggu beberapa anak yang belum datang. “Aslkm. Uztad, udah pd kumpul blm. Akhwatnya siapa ja, yg dah datang?” Begitu isi sms yang baru kubuka. SMS itu datang dari Kiki, siswa akhwat peraih prestasi terbaik UN yang kini merupakan siswa SMP Negeri 1 Kebumen. “Janan belum datang, ya”. “Iya, nih, Almas juga belum datang. Dua orang di antara beberapa anak yang sudah datang saling berbalas bincang.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 16.30. Ruang tamu cukup luas milik orang tua salah seorang anak pun telah ramai. Keramaian mereka dibarengi oleh tiga orang guru. Dua diantaranya merupakan guru yang telah membersamai mereka saat belajar di kelas VI dan seorang lainnya, yang telah membersamai mereka belajar di kelas V. Salah seorang diantara ketiganya, saya yang memandu jalannnya acara itu. Acara itu bertajuk sharing dan buka bersama alumni angkatan V tahun 2011/2012 SD Islam Terpadu Al-Madinah, Kebumen. Acara ini bertujuan untuk mempererat silaturahim serta memberikan motivasi antarteman.
Acara sharing disetting berbentuk game. Setiap anak menuliskan namanya pada selembar kecil kertas. Aku membolehkan setiap anak menambahkan julukan yang baik di belakang namanya. Tentu saja, ada yang menamai  Via_@ntik (Dibaca:Via Antik), Salma Cute, Mumtaz Janan Funky, Kiki Awesome, dan lain-lain. Ada juga yang tetap menamai dengan nama lengkapnya, misal Andriyan Maulana Hidayat. Kertas yang baru mereka tulis nama plus julukannya itu, digulung lalu dikumpulkan di dalam gelas, terkecuali kertas gulungan anak si tuan rumah, Aga Imut. Ya, kehormatan tersendiri karena saya membacakan nama “Aga imut”. Aga kutunjuk pertama kali mengungkapkan pengalamannya di jenjang SLTP. “Waktu MOS disuruh berdiri di depan halaman sekolah, karena telat”, Sambil tertawa si Aga lebih menyoroti masa orientasi siswa di SMPN 3 Kebumen. Setelah dirasa cukup, si Aga mengambil satu gulungan di dalam gelas dan membacakan nama temannya itu, untuk berganti dengan Aga memaparkan pengalamnnya. Begitu seterunya sampai saatnya dibacakan nama pada gulungan kertas, Fulki Almas. Nama lengkapnya Fulki Almas Assalim, dengan panggilan Almas. Kini, ia nyantri di pondok pesantren MTs Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta. Ia berpakaian rapi, satu-satunya ikhwan yang memasukkan kemeja putih panjang ke dalam celana panjang hitamnya. Sisiran rapi berbelah pinggir menambah sedapnya memandang penampilannya.
“Assalamu’alaikum Wa. Teman-teman, Aku Fulki Almas Assalim, sekarang bersekolah di MTs Muallimin, Yogyakarta. Aku senang mondok di sana, karena banyak temannya. Di sana, aku berlatih disiplin, dengan selalu taat agenda. Ada agenda Tahmidi (Terjemahan dari bahasa Arab: Pembekalan) bahasa Arab dan pelajaran lainnya. Aku dan teman-teman di sana juga hatus berdisiplin dengan selalu bangun untuk shalat malam. Pokoknya, rasanya senang.Tahukah teman-teman, awalnya aku sedih saat pertama kali masuk Pondok.Barangkali teman-teman yang di SMP atau tidak mondok, tidak merasakannya. Tetapi, bagiku, Janan (Red: Santri Pondok Gontor Putra Ponorogo), dan Iqbal (Red: Santri Muallimin lainnya), juga teman-teman putri yang di Gontor, merasakan sedih karena harus berpisah dengan orang tua, ayah dan Ibu. Namun, aku sudah bahagia sekarang, aku bisa banyak belajar dari teman-teman di Sana. Sekian, dariku. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Subhanallah, itulah rekaman apa yang kudengar dari paparan Almas. Gaya bahasanya jelas dan meyakinkan. Isinya pun berbobot. Satu-satunya di antara beberapa anak yang kini nyatri di Pondok luar Kabupaten kebumen, yang memaparkan beratnya berpisah dengan orang tua. Bagiku, ini mencerminkan bahwa dia adalah anak yang soleh., anak yang dekat dengan ayah dan ibunya. Memang, setahuku Almas sangat santun terhadap ayah dan ibunya. Dia selalu menggunakan bahasa Jawa krama Inggil untuk bercakap dengan kedua orang tuanya. Ungkapan terakhir, bahwa dia sudah bahagia karena bisa belajar dari teman-temannya (Red: Belajar dari tahmidi, belajar berdisiplin dengan agenda) di Pondok, menunjukkan kini dia tambah dewasa.
Berikutnya Kiki Awesome (Red: awesome=mengesankan) berbagi cerita dengan teman-teman. Nama lengkapnya, Rizki Fatiha Nugrahanti, dan biasa dipanggil Kiki. Satu anak di antara 5 akhwat  dan 1 ikhwan yang memilih jenjang lanjutan SMP N 1 Kebumen, setelah melalui tahap seleksi yang sangat ketat. Akhwat ini berpenampilan berbeda dari sebelumnya. Kini, dia berkaca mata, hingga penampilannya menambah kedewasaannya. Akhwat yang hampir selalu menyabet predikat peringkat pertama dari 12 semester jenjang SD ini, memang dikenal mantap kepribadiannya. Cara komunikasi bagus, baik dengan teman maupun guru. Dia mampu memberikan umpan balik, serta memberikan opini dan solusi, bila diajak membincangkan suatu gagasan atau permasalahan. “Aku merasakan sangat berkesan di SD. Ustadz-ustadzah di SDIT Al-Madinah sangat sabar dan dekat dengan murid-muridnya. Di samping, mengajarnya bagus, mereka (red: guru-guru) sangat perhatian serta  selalu memberikan nasehat dan motivasi, motivasi pelajaran dan agama . Kini, di SMP, guru-gurunya juga bagus dalam mengajar. Namaun, menurutku guru di SMP belum seakrab dan sekuat guru SD dalam memberikan perhatian kepada siswanya. Mungkin, karenan baru kurang lebih 2 minggu merasakan kegiatan belajar mengajar di SMP. Atau, menurutku karena mungkin kami sudah dianggap dewasa karena berada di jenjang SMP. “ Begitu, cuplikan paparannya yang bisa saya rekam. Satu lagi yang menarik dari yang dia sampaikan, menurutnya di SD dulu , baru sedikit murid-muridnya yang melakukan salam, senyum, dan sapa tergadap gurunya. Berbeda dengan aturan di SMP yang harus hormat kepada guru-gurunya. Caranya, di sekolah barunya (RSBI SMPN 1 Kebumen), ia mencontohkan “Good morning, Mam” atau “Assalamu’alaikum, good day, Sir”, disertai harus hormat dengan sedikit merendahkan badannya (membungkuk) jika bertemu guru.  Subhanallah, awalnya, saya berpikir, ya wajar karena siswa SD masih belum dewasa. Sehingga, 3S (salam, senyum, dan sapa) mungkin hanya bisa dilakukan di kelas 4, 5, dan 6. Tetapi, bukankah pendikan yang baik diberikan sejak dini? Ya, bisa jadi akan jadi bahan kajian bagaimana 3S juga bisa menjadi budaya di SD.
“Mumtaz Janan Funky”, begitu terdengar nama yang dibacakan oleh salah seorang siswa. Saatnya seorang santri Pondok Gontor Putra Ponorogo berbagi pengalamannya. Santri bertubuh imut ini berpenampilan berbeda juga. Jaz almamater pondok berwarna olive green (Red: hijau buah zaitun), menamai warna hijau itu dari contoh warna di Komputer) dan bertuliskan “Mumtaz Jinanul janan, Kebumen”, memberikan sensasi dan menambah kewibawaannya. Anak ini sangat berubah dengan  sangat lebih kalem daripada sewaktu di SD. “Di sana, aku harus sangat  disiplin. Begitu adzan terdengar, seluruh santri harus meninggalkan kegiatannya. Kami, harus langsung ke Masjid. Ada salah satu ustadz yang berteriak sambil bertepuk tangan, “ayo, ayo, hayya ‘alash sholah, Ayo, ke Masjid”.  Selain itu, budaya makan di sana harus antre. Antreannya bisa mencapai 200 m. Jadi, sangat panjang. Namun, dengan tertib walaupun panjang, terasa sangat sebentar. Seluruh siswa pun dapat makan dengan nyaman.” Begitulah, ungkapan Mumtaz Jinanul Janan, satu-satunya ikhwan yang memilih jenjang Pondok Gontor yang telah menyisihkan lebih dari 3.000 peserta seleksi masuk. Juga, alhamdulillah dia juga terpilih menjadi 74 santri kelas yang berpeluang mengikuti seleksi akselerasi dari sekitar 1.000 lebih santri Gontor. Akan dipilih 25 santri kelas akselerasi.
Alhamdulillah dari sharing anak-anak tersebut, saya bersyukur anak-anak tambah soleh dan dewasa.  Sekolah, khususnya saya  dan teman-teman guru bersyukur dan berbahagia dengan para alumni. Mereka percaya diri hingga berhasil masuk ke jenjang yang diinginkan. Sebaran para alumni cukup beragam. Ada yang masuk ke jenjang SMP, SMPIT, MTs, dan Pondok. Sebaran jenjang lanjutan para alumni terlihat pada tabel berikut.

Tabel Sebaran Alumni 3 Tahun Terakhir SDIT Al-Madinah Kebumen
Jenjang
Tahun Pelajaran
Lanjutan
2009/2010
2010/2011
2011/2012
SMP Umum
18
11
16
Pesantren
8
10
11
MTs
4
10
7
Jumlah Alumni
30
31
34

Setiap orang tua tentu berharap putra-putrinya memiliki akademis dan akhlak yang baik pula. Oleh karena itu, orang tua perlu bijak, mengarahkan dan mendampingi putra-putrinya untuk memilih sekolah. Sehingga, target itu tercapai. Berdasarkan data di atas, sekolah bernuansa agama lebih banyak diminati daripada sekolah umum. Pesantren dan MTs tampak terlihat dari sisi kurikulumnya yang berimbang antara aspek akademis dan religiusnya. Dari segi kurikulum terlihat bila SMP reguler lebih lebih banyak menyampaikan pembelajaran umum. Alhamdulillah, kini, berbagai SMP reguler berpikir keras pula menanamkan akhlak kepada siswanya melalui kegiatan penunjang, seperti ekstra kerohanian islam, tau kegiatan konseling.  Dari pendidikan yang diberikan kepada putra dan putinya, setiap orang berharap putra-putri kita, kian hari tambah soleh, tambah dewasa, dan cerdas mengelola hidup. Saya mengajak pembaca untuk mengkaji secara bijak ayat Allah SWT berikut ini.
“Dan hendaklah takut kepada allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa 4:9).
Pondok Pesantren, MTs, atau SMP umumkah yang akan mengarahkan pribadi putra-putri kita menjadi pribadi sholeh dan cerdas? Semoga Allah SWT memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya untuk mengantarkan putra-putrinya menjadi insan sholeh dan cerdas. Aamiin.
(Rahmat Isnaeni: rahmatisnaeni1984@gmail.com)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar