Minggu, 07 Oktober 2012

Bercermin pada Rasulullah SAW dalam Mendidik Anak



“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Baihaqi).
“Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan dunia ini adalah anak yang shaleh. Doa anak yang shaleh merupakan salah satu doa yang insya Allah pasti terkabul. Karenanya, orangtua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Jika tidak, anak akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur yang pada gilirannya akan merugikan orangtua itu sendiri.
       Sesungguhnya memang tidak mudah memikul beban untuk membesarkan anak hingga menjadi pribadi yang kita harapkan dapat meraih sukses dunia dan akhirat. Apalagi di zaman sekarang ini, di mana banyak tantangan yang harus dihadapi. Semua butuh kesabaran, kerja keras, keikhlasan, dan masih banyak lagi. Karakter dan life skill dibangun melalui interaksi bersama anak setiap hari.
Rasulullah menggunakan diri beliau. Seluruh indra & perangkat tubuh yang ALLAH beri adalah sarana Rasulullah dalam mendidik anak & cucu beliau. Dan seluruh perangkat tubuh itu, dikoordinir oleh pusat strategi pendidikan beliau yang bernama HATI yang lembut penuh kasih sayang. Contoh, seorang bayi dalam gendongan memipis gamis beliau dan ibu sang bayi yang menunjukkan kekesalannya malah ditegur oleh Rasul dengan rangkaian kalimat : Air kencing ini dapat aku cuci, tetapi kaget anakmu tak dapat aku ganti. Belasan abad kemudian yaitu hari ini, kita memahami bahwa dalam kepala sel anak terdapat satu trilyun sel halus yang menuntut perlakuan yang patut agar sel-sel itu tidak rusak. Jika hentakan, bentakan tiada belai kasih sayang & berbagai contoh lainnya dari ketidakpatutan diterima anak, mulai dini hingga perjalanan usia berikutnya hingga dewasa, maka ilmu pengetahuan “menjanjikan“ kegagalan besar yg siap diterima oleh kedua orang tuanya & semua pihak yang mendidik ketidakpatutan tersebut. Bukan saja hasil dunianya, tetapi yg lebih menakutkan adalah hasil akhiratnya.
Mari kita melihat bagaimana Rasulullah SAW dalam berinteraksi dengan anak. Semua anak yang dididik oleh Nabi SAW mampu mengukir kebesaran.
1. Menanamkan Nilai-nilai Ketauhidan
Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah. Selain itu, orangtua harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan Allah Swt. dan penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Terlebih dahulu, orangtua selaku guru (pertama) bagi anak-anaknya harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Ini adalah pendidikan yang paling urgen di atas hal-hal penting lainnya.

2. Memperhatikan tahapan perkembangan anak dalam mendidik
 “Perintahkan anakmu untuk melaksanakan sholat di saat mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena sholat -yakni tidak mengerjakannya- di saat mereka telah berusia 10 tahun. Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur” ( HR Abu Daud, Tirmidzi, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Abu Syaibah, Ibnu Khuzaimah, Thahawy)

Fase perkembangan anak
•Lahir-1 tahun             : masa membangun kepercayaan
•2-3 tahun                   : masa membangun kemandirian
•4-5 tahun                   : masa membangun inisiatif.
  Aktif dan tegas dalam mengeksplorasi dunia melalui imajinasi dan pengalaman
•6-12 tahun                 : masa untuk berkarya tunjukan prestasi.
  Mengembangkan bakat dan kemampuan; mencapai kompetensi.
•Umur 12-18 tahun     : Masa mengembangkan identitas, menerima diri sendiri, dan mandiri

 3. Membangun hubungan yang erat dengan anak melalui bermain.
Rasulullah bersabda,“barangsiapa memiliki anak, hendaknya ia bermain dengannya layaknya anak”
Kisah Rasul dengan cucunya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjulurkan lidahnya kepada husain. Husain melihat merahnya lidahnya dan ia pun tersenyum riang karenanya . Diriwayatkan dari jabir, ia berkata,”aku menemui Rasulullah SAW & beliau sedang berjalan dengan 4 kakinya, dan di atas punggungnya ada hasan dan husain. Beliau lalu berkata. ”sebaik-baik onta adalah onta kalian berdua dan sebaik-baik penunggang adalah kalian berdua.”

 4. Membangun kemampuan berpikir anak
Kisah anak muda yang minta ijin berzinah kepada rasul. Cara rasul menanggapinya membantu anak remaja itu menggunakan pikirannya untuk mengambil keputusan atas dirinya. Penting bagi anak memiliki kemampuan menyelesaikan  masalahnya sendiri karena sepanjang hidupnya akan selalu menghadapi permasalahan dan pilihan hidup.

5. Berinteraksilah dengan lembut kepada anak
Rasulullah shallahu’alaihiwasallam bersabda,”sesungguhnya, sikap lembut tidak ada pada sesuatu kecuali pasti membuatnya indah dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali pasti mengeruhkannya”. Perlakuan kasar kepada anak hanya akan membuat anak bertambah membangkang atau bahkan membenci orang tuanya. Karenanya bersikaplah lemah lembut namun tetap tegas kepada anak.

6. Pujilah anak untuk memotivasinya
Rasulullah memotivasi Abdullah bin umar disaat Abdullah masih kecil dengan ucapan beliau, ”sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bila ia sholat di malam hari. Setelah mendengar ucapan Rasulullah tersebut, Abdullah tidak tidur malam kecuali sedikit. Pujian yang baik hendaknya ditujukan kepada perilakunya dan bukan sekedar memuji orangnya.
Seorang anak, meski kecil, juga terdiri dari jasad dan hati. Mereka dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci sehingga hatinya yang putih dan lembut itu pun akan mudah tersentuh dengan kata-kata yang hikmah. Anak-anak, terutama pada usia emas (golden age), cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Karenanya, hendaknya orangtua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik buah hati. Ketimbang mengancam, lebih baik orangtua memotivasi anak dengan mengatakan bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya. Itu pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah kepada kita ketika beliau mendidik para sahabat.



   7. Menghindari banyak mencaci dan mencela anak
Anas Bin Malik mengungkapkan,”aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun dan beliau tidak pernah mengatakan hal buruk kepadaku atau mengatakan kepadaku,”mengapa kau lakukan ini,”atau”mengapa tidak lakukan ini?”

8. Keteladanan (bimbingan melalui perilaku langsung di hadapan anak)
Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam melewati seorang anak kecil yang sedang menguliti kambing. Beliau lalu berkata kepadanya,”menepilah! Aku akan memperlihatkan caranya padamu.”beliau lalu memasukkan tangannya antara kulit dan darah lalu melepaskan kulitnya dari arah tersebut sehingga ketiaknya.
Setiap anak akan belajar dari lingkungannya dan dalam hal ini lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya akan menjadi model dan contoh dalam bersikap. Sudah selayaknyalah orangtua memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Dalam Islam, keteladanan dari orangtua sangat menentukan terlebih di zaman sekarang media tontonan tidak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.

9. Mendidik dengan Kebiasaan
Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi agar mereka gemar melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka gemar melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak dini, bahkan pembiasaan membaca Al-Quran pun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Pembiasaan shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur tujuh tahun.

10. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah Saw. menggunakan beberapa cara berikut. Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sehingga sanggup berpuasa sehari penuh. Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya. Mengajari Al-Quran dan As-Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya.
Ada cerita dari pengalaman seorang ibu yang pendidikannya hanya sampai SD dan memiliki 13 anak, tetapi semuanya berhasil. Suatu ketika, ada orang yang bertanya kepada si ibu itu, “Doa apa yang dipakai ibu sehingga semuanya berhasil?” Jawabnya, “Saya dan suami saya tidak banyak berdoa. Tapi, bila anak saya bersalah atau saya tidak senang perbuatannya, saya selalu berkata, “Mudah-mudahan Tuhan memberimu petunjuk”. Jadi, anak ini tidak dimaki, dikutuk, atau dimarahi. Dan, kami kedua orang tuanya tidak pernah memberi makan mereka dengan makanan yang haram”.
       Semoga jika kita mau melakukan perubahan dalam rangka mencari keridhoan Allah semata, dapatlah Rasulullah memiliki ummat pengganti dari ummat beliau di zaman emas dahulu, yakni anak-anak kita. Anak yang kita didik dengan keikhlasan tanpa henti, menyelaraskan semua potensi ruhiyah & badaniahnya dengan menitikberatkan & berdasarkan pendidikan pada kekuatan hati nurani, baik yang didik maupun yang mendidik harus kuat landasan/pijakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar